NHW minggu ketiga makin menantang! Membuat saya menyadari kalau selama ini hanya menjalani rutinitas sebagai istri, ibu, pekerja, itu gak cukup. Saya diingatkan kembali kalau Allah menciptakan saya sebagai manusia, sebagai istri, dan sebagai ibu untuk membawa suatu misi. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab di NHW ini membawa saya merenungkan kembali arti hidup di dunia fana ini #tsaaaahh...
Surat Cinta Untuk Suami (Bukan Untuk Starla)
Pertama, kami disuruh membuat surat cinta yang ditujukan kepada suami (suami sendiri pastinya :D) dan melihat responnya. Sejujurny selama hampir 8 tahun pernikahan ini belum pernah bikin surat cinta lagi 😅. Semedi 3 hari, then I wrote this:
10 Things I Love About You:
• You come home late every day so that your family can have decent life. Enough food, proper shelter, and good education for your children. • You don’t mind though I almost never cook for you. Indomie is enough yah :D• You keep calm down when I get mad.• You keep your body in a good shape. Add some muscle sikit boleh lah• You teach our daughter playing soccer.• You give me freedom to work and to learn anything.• You know how to change diaper and to take care the kids.• You let me wake up late on weekend (because you wake up late too haha).• You rarely complain about anything.• You ganteng and smell good :D.
Love,Your one and only wife (forever one only kan?)
Kurang romantis ya? Ya maap ga bisa bikin kata-kata puitis gitu 😆😆😆😆.
Then he responded:
😍😍😍
Iya emoji gitu doang tiga bijik 😆😆😆. Yah udahlah gagal romantis. I know deep down in his heart he felt touched #eaaaaaa.
Anak Pertamaku yang Lembut Hati
Di pertanyaan kedua, kami disuruh menuliskan potensi diri anak-anak. Saya mulai dengan anak pertama, Big E yang tahun ini akan berusia 7 tahun. Kebetulan saya dikaruniai dua anak perempuan. Big E ini selayaknya anak perempuan, gayanya feminin, perasaannya sensitif, perkataannya halus, tingkah lakunya lemah gemulai.
Hal menonjol yang saya perhatikan dari Big E adalah empatinya yang tinggi. Lihat saya sedih, dia ikut sedih. Lihat adiknya nangis, dia ikut berkaca-kaca hehe. Lihat abinya senang dia juga ikut antusias. Hal itu membuat dia punya pribadi yang disenangi teman-temannya. Sejak TK sampai kelas 1 SD sekarang, katanya dia selalu jadi favorit teman-temannya hihihi.... Karena dia juga lucu mungil mungkin suka dianggap boneka sama temen-temennya hahaha...
Big E gampang akrab dengan teman baru, padahal sebelum sekolah dia pemalu banget, gak mau salaman dan ngomong sama orang yang belum dikenal.
Big E juga punya ingatan audio yang kuat. Denger lagu cuma 1-2 kali dia hapal nada dan sedikit liriknya. Alhamdulillah, kemampuan ini sangat berguna untuk tahfidz Al-Quran di sekolahnya.
Selain itu, Big E suka dan pintar menari. Saya lihat kalau di pentas akhir tahun sekolahnya, dia paling lincah dan paling hapal gerakannya 😁.
Alhamdulillah, Big E anak yang cerdas, untuk pelajaran akademik termasuk cepat memahami.
Anak Keduaku si Peniru Ulung
Nah, sekarang giliran Little E yang sebulan lagi berumur 2 tahun. It's a bit too early to analyze her potential ya, jadi saya akan menunjukkan sifat-sifat yang menonjol saja ya.
Dia itu...lincah! Kemampuan motorik halus dan motorik kasarnya wawwww.... termasuk cepat untuk anak perempuan. Pusing deh kalau bawa ke tempat umum, pengen jalan sendiri ga mau dipegangin, mata ga boleh lepas darinya sedetikpun.
Selayaknya anak seusia dia, little E itu pengamat dan peniru super ulung. Tiba-tiba udah tau letak gelas di mana, karena dia sering liat mama dan mbaknya ambilin gelas buat dia. Cepet bisa pegang pensil karena liat cara kakaknya pegang pensil. Cepet bisa makan sendiri karena liat orang tua dan kakaknya. Walaupun masih tumpah2 ya wajarlah ya :D.
Seneng ngemil. Eh ini potensi bukan sih? Hihihihi...seneng liatnya sering minta makanan. Jadi PR emaknya ga boleh makan berMSG bergula tinggi di depan dia, bisa minta-minta terus hehehe...
Teguh pendirian. Keukeuhan kalau kata orang Sunda mah. Pengen ini pengen itu kalau ga diturutin wawaawawaw... ya lagi usia tantrum juga sih 😥.
Mama The Never-ending Learner
Setelah sibuk menilai suami dan anak-anak, tibalah waktunya saya menilai diri sendiri. Wah emang lebih susah ya kita menilai diri sendiri daripada menilai orang lain 😅. Takut dibilang kepedean juga hahahaha.... Setelah lama mikir, lebih lama dari mikirin potensi suami dan anak-anak, saya cuma nemu satu potensi diri, tapi menurut saya ini potensi yang menjadi dasar pengembangan seluruh aspek kehidupan kita.
So ehem here it is:
Rajin baca dan belajar. Kebiasaan sejak sekolah, dan kebetulan pekerjaan juga sebagai peneliti yang membutuhkan kemampuan baca beribu-ribu jurnal ilmiah sampai mabok. Ketika menikah, saya belajar bagaimana menjadi istri solehah dari membaca buku-buku Islam tentang pernikahan. Ketika menjadi ibu, saya sampai sekarang tidak berhenti belajar ilmu parenting karena sekarang jadi orang tua banyak sekolahnya loh. Mulai dari Bu Elly Risman, Abah Ihsan, Ayah Edy, sampai Assoc. Prof. Psychology & Linguistic University of California David Barner. Sekarang dalam proses belajar tahsin lagi supaya bisa mengajar sendiri anak-anak membaca Al-Quran, belajar menjadi perempuan profesional di IIP :D, belajar menjahit dengan mesin jahit yang baru dibeliin suami :D. Belajar masak tapi kok belum mau ya hahaha....Saya tidak berhenti mencari ilmu-ilmu tersebut ya karena siapa lagi di rumah ini yang bisa belajar parenting dan belajar jahit? Suami seluruh waktu weekdaynya sudah sibuk di kantor dan pulang malam, jadi di pundak sayalah tanggung jawab untuk terus mencari ilmu dan mentransfernya ke suami saya dan anak-anak.
Pertanyaan yang terakhir ini lebih-lebih sulitnya daripada pertanyaan ketiga. Pertama, selama ini saya hanya berpikir hidup untuk diri sendiri dan keluarga sendiri. Saya berpikir membangun peradaban yang baik cukup dengan membesarkan kedua anak saya menjadi pribadi yang mumpuni imtaq dan ipteknya. Kedua, saya baru 6 bulan pindah di rumah baru ini, merasa belum menemukan apa yang bisa keluarga saya bisa berikan kepada lingkungan. Ketiga, saya orang yang introvert dan jarang berinteraksi dengan tetangga 😅.
Merasa hidup di lingkungan yang sudah baik membuat saya juga bingung memikirkan tantangan yang ada. Di lingkungan saya sudah ada masjid yang aktif kegiatannya, ada rumah tahfidz untuk anak-anak, ada lapangan depan rumah tempat anak-anak sore main sehingga mereka tidak terpaku dengan televisi dan gadget.
Lalu saya pikirkan kembali, lingkungan tempat saya tinggal masih butuh pembelajaran di pengelolaan sampah. Belum ada kesadaran untuk memisahkan sampah basah dan kering, masih ada beberapa tetangga yang suka membakar sampah dan jadi polusi udara :(.
Sepertinya saya juga belum pernah melihat ada seminar parenting di lingkungan rumah tinggal saya ini.
Tetapi mau kampanye mengajarkan tetangga cara mengelola sampah atau mengusulkan ada seminar parenting di masjid kok saya belum pede ya? Saya berharap sisa 6 minggu MIIP ini bisa mendorong saya punya keberanian untuk berkontribusi lebih bagi lingkungan di luar rumah 😊.
-Karlina-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar