Sabtu, 24 Februari 2018

[MIIP] NHW #5 Belajar Bagaimana Caranya Belajar

Alhamdulillah udah masuk minggu ke-5 Matrikulasi, artinya udah setengah perjalanan saya belajar persiapan jadi ibu profesional. Iyes, baru persiapan karena namanya juga "matrikulasi", abis ini jenjangnya masih panjang hihihii...but gotta keep my spirit!

Setelah NHW #4 kemaren yang bikin terpukau, NHW kali ini juga ga kalah bikin terpukau hahahaha... Selalu nambah tantangannya tiap minggu yes. Jadi sekarang kami disuruh buat desain pembelajaran ilmu-ilmu yang udah kita susun minggu kemarin seeeebebas-bebasnya. Enak dong bebas? Justru dibebasin jadi bingung juga hahahah... Artinya harus cari referensi sendiri soal desain pembelajaran. Selama ini taunya bikin desain penelitian :p, jadi ku-googling lah desain pembelajaran itu kaya apa sih. Nemu dua referensi terpilih, di sini dan di sini. Setelah mengkombinasikan keduanya, saya memutuskan elemen-elemen dalam desain pembelajaran versi saya sebagai berikut:
  1. Topik pembelajaran, yaitu bidang ilmu yang sudah saya pilih di NHW #4.
  2. Sumber pembelajaran, yaitu dari mana saya memperoleh ilmu tersebut. 
  3. Metode pembelajaran, yaitu bagaimana cara saya memperoleh ilmu tersebut.
  4. Alat pembelajaran, yaitu alat pendukung dalam proses pembelajaran.
  5. Output pembelajaran, yaitu hal apa yang ingin saya capai setelah proses pembelajaran
Langkah berikutnya, saya membuat tabel yang menguraikan bidang ilmu yang akan saya pelajari berdasarkan kelima elemen di atas:

Begitulah desain pembelajaran versi saya :). Proses pembuatan desain pembelajaran ini agak mirip2 (and a lot more simple) dengan desain penelitian sih ya. Penelitian kalau ga ada tujuan, framework, ataupun metode ya bakal ga jelas proses dan outputnya. Begitupun di proses belajar saya ini, kalau pengen semuanya tetap di jalur yang benar tentu harus ada desainnya, dan setelah membuat desain ini emang jadi lebih kebayang nanti harus ngapain, apa aja yang harus dipersiapkan. 

Already 12 am, time for signing out :).

-Karlina-


Minggu, 18 Februari 2018

[MIIP] NHW #4 Mendidik dengan Kekuatan Fitrah

NHW #4 ini paling bikin galau peserta MIIP Batch 5 Grup Tangsel 3 😁 karena buat ngerjain ini kita beneran disuruh menguras otak. Apapun yang kita tulis di NHW #1 sampai #3 harus dikonkritkan lagi di minggu ke-4 ini. Jadilah saya merenung lagi 4 hari dan baru bisa menuangkan ke tulisan malam ini, 12 jam menjelang deadline :p.

Bismillah, mari menjawab....

Tinjau Ulang NHW #1

Di poin pertama, kami disuruh melihat kembali apakah jurusan ilmu yang kami pilih di NHW #1 akan tetap sama atau berubah? Di NHW #1 saya memilih ilmu tauhid untuk saya dalami, tetapi sekarang saya memutuskan untuk mengubahnya menjadi ilmu tahsin, yaitu ilmu membaca Al-Quran. Perubahan ini saya lakukan karena ilmu tahsin paling feasible untuk saya bagikan ke orang lain, sementara ilmu tauhid membutuhkan periode yang sangat panjang untuk memahami apalagi mendakwahkannya ke orang lain. Saya belum bisa memegang tanggung jawab sebesar itu untuk membuat orang lain memahami ilmu tauhid.

Evaluasi NHW #2

Checklist yang sudah kami susun di minggu kedua harus dievaluasi, apakah sudah konsisten dilakukan? Jawabannya (sambil nunduk dan self-toyor): belum ada yang bisa konsisten uhuhhuhuuhhuhu.... Apakah saya terlalu ambisius membuat checklist atau terlalu malas untuk mengimplementasikan ya? Atau dua-duanya? 😁😁😭😭

Renungkan Kembali NHW #3

Melihat lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal yang saya pikir masih kurang kemampuan membaca Al-Quran-nya, saya berpikir peran saya adalah mengajarkan mereka ilmu tahsin. Saya terinspirasi oleh guru tahsin saya yang mengatakan bahwa ilmu ini jangan diambil sendiri, bahwa kita juga harus mengajak keluarga dan orang-orang terdekat kita untuk bersama-sama mencari pintu surga. Mempelajari Al-Quran adalah suatu kewajiban yang harus diawali dengan belajar membacanya. Lalu saya juga berpikir untuk apa saya mencari-cari guru ngaji untuk anak-anak saya kalau saya sendiri bisa mengajarkannya? Selain kepada anak-anak, mengapa tidak jika saya juga bisa mengajarkan kepada anak-anak tetangga atau bahkan orang tuanya? Saya juga masih memendam passion menjadi seorang dosen, hehe... jadi dengan menjadi guru tahsin saya bisa menyalurkan passion mengajar saya. Pada titik ini, saya memutuskan bahwa misi hidup saya adalah membuat umat Islam bisa membaca Al-Quran. Bidang yang saya tekuni adalah ilmu tahsin. Peran saya adalah sebagai pengajar.

Mengumpulkan Ilmu-Ilmu

Setelah memutuskan misi hidup menjadi guru tahsin, tentunya saya butuh dasar ilmu dong. Ilmu yang harus saya kuasai adalah sebagai berikut:
1. Ilmu Tahsin: ilmu membaca Al-Quran
2. Ilmu Bahasa Arab: untuk memahami Al-Quran yang ditulis dalam Bahasa Arab
3. Ilmu Komunikasi Mengajar: ilmu komunikasi yang difokuskan untuk mengajar

The Milestones

Supaya yang saya tulis di atas tidak menjadi angan belaka :D, saya harus menetapkan batas waktu untuk menguasai ilmu-ilmu di atas.Km. 0 saya tetapkan sekarang, saat usia saya 34 tahun.

KM 0 – KM 1 ( tahun 1 ) : Menguasai Ilmu Tahsin
KM 1 – KM 3 (tahun 2 dan 3 ) : Menguasai Bahasa Arab
KM 3 – KM 4 (tahun 4 ) : Menguasai Ilmu Komunikasi Mengajar


Phew, akhirnya selesai juga hasil semedi empat hari. Sekarang saya mau jewer diri sendiri dulu untuk memulai mengoreksi lalu mengaplikasikan checklist-checklist yang saya buat di NHW #2 :D.

-Karlina-

Minggu, 11 Februari 2018

[MIIP] NHW #3 Membangun Peradaban dari Dalam Rumah



NHW minggu ketiga makin menantang! Membuat saya menyadari kalau selama ini hanya menjalani rutinitas sebagai istri, ibu, pekerja, itu gak cukup. Saya diingatkan kembali kalau Allah menciptakan saya sebagai manusia, sebagai istri, dan sebagai ibu untuk membawa suatu misi. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab di NHW ini membawa saya merenungkan kembali arti hidup di dunia fana ini #tsaaaahh...

Surat Cinta Untuk Suami (Bukan Untuk Starla)

Pertama, kami disuruh membuat surat cinta yang ditujukan kepada suami (suami sendiri pastinya :D) dan melihat responnya. Sejujurny selama hampir 8 tahun pernikahan ini belum pernah bikin surat cinta lagi 😅. Semedi 3 hari, then I wrote this:


10 Things I Love About You:
You come home late every day so that your family can have decent life. Enough food, proper shelter, and good education for your children.  You don’t mind though I almost never cook for you. Indomie is enough yah :D You  keep calm down when I get mad. You keep your body in a good shape. Add some muscle sikit boleh lah You teach our daughter playing soccer. You give me freedom to work and to learn anything. You know how to change diaper and to take care the kids. You let me wake up late on weekend (because you wake up late too haha). You rarely complain about anything. You ganteng and smell good :D.
Love,Your one and only wife (forever one only kan?)

Kurang romantis ya? Ya maap ga bisa bikin kata-kata puitis gitu 😆😆😆😆. 

Then he responded:
😍😍😍

Iya emoji gitu doang tiga bijik 😆😆😆. Yah udahlah gagal romantis. I know deep down in his heart he felt touched #eaaaaaa.

Anak Pertamaku yang Lembut Hati

Di pertanyaan kedua, kami disuruh menuliskan potensi diri anak-anak. Saya mulai dengan anak pertama, Big E yang tahun ini akan berusia 7 tahun. Kebetulan saya dikaruniai dua anak perempuan. Big E ini selayaknya anak perempuan, gayanya feminin, perasaannya sensitif, perkataannya halus, tingkah lakunya lemah gemulai. 

Hal menonjol yang saya perhatikan dari Big E adalah empatinya yang tinggi. Lihat saya sedih, dia ikut sedih. Lihat adiknya nangis, dia ikut berkaca-kaca hehe. Lihat abinya senang dia juga ikut antusias. Hal itu membuat dia punya pribadi yang disenangi teman-temannya. Sejak TK sampai kelas 1 SD sekarang, katanya dia selalu jadi favorit teman-temannya hihihi.... Karena dia juga lucu mungil mungkin suka dianggap boneka sama temen-temennya hahaha... 

Big E gampang akrab dengan teman baru, padahal sebelum sekolah dia pemalu banget, gak mau salaman dan ngomong sama orang yang belum dikenal. 

Big E juga punya ingatan audio yang kuat. Denger lagu cuma 1-2 kali dia hapal nada dan sedikit liriknya. Alhamdulillah, kemampuan ini sangat berguna untuk tahfidz Al-Quran di sekolahnya. 

Selain itu, Big E suka dan pintar menari. Saya lihat kalau di pentas akhir tahun sekolahnya, dia paling lincah dan paling hapal gerakannya 😁.

Alhamdulillah, Big E anak yang cerdas, untuk pelajaran akademik termasuk cepat memahami.

Anak Keduaku si Peniru Ulung

Nah, sekarang giliran Little E yang sebulan lagi berumur 2 tahun. It's a bit too early to analyze her potential ya, jadi saya akan menunjukkan sifat-sifat yang menonjol  saja ya.

Dia itu...lincah! Kemampuan motorik halus dan motorik kasarnya wawwww.... termasuk cepat untuk anak perempuan. Pusing deh kalau bawa ke tempat umum, pengen jalan sendiri ga mau dipegangin, mata ga boleh lepas darinya sedetikpun. 

Selayaknya anak seusia dia, little E itu pengamat dan peniru super ulung. Tiba-tiba udah tau letak gelas di mana, karena dia sering liat mama dan mbaknya ambilin gelas buat dia. Cepet bisa pegang pensil karena liat cara kakaknya pegang pensil. Cepet bisa makan sendiri karena liat orang tua dan kakaknya. Walaupun masih tumpah2 ya wajarlah ya :D. 

Seneng ngemil. Eh ini potensi bukan sih? Hihihihi...seneng liatnya sering minta makanan. Jadi PR emaknya ga boleh makan berMSG bergula tinggi di depan dia, bisa minta-minta terus hehehe...

Teguh pendirian. Keukeuhan kalau kata orang Sunda mah. Pengen ini pengen itu kalau ga diturutin wawaawawaw... ya lagi usia tantrum juga sih 😥.


Mama The Never-ending Learner

Setelah sibuk menilai suami dan anak-anak, tibalah waktunya saya menilai diri sendiri. Wah emang lebih susah ya kita menilai diri sendiri daripada menilai orang lain 😅. Takut dibilang kepedean juga hahahaha.... Setelah lama mikir, lebih lama dari mikirin potensi suami dan anak-anak, saya cuma nemu satu potensi diri, tapi menurut saya ini potensi yang menjadi dasar pengembangan seluruh aspek kehidupan kita. 

So ehem here it is: 
Rajin baca dan belajar. Kebiasaan sejak sekolah, dan kebetulan pekerjaan juga sebagai peneliti yang membutuhkan kemampuan baca beribu-ribu jurnal ilmiah sampai mabok. Ketika menikah, saya belajar bagaimana menjadi istri solehah dari membaca buku-buku Islam tentang pernikahan. Ketika menjadi ibu, saya sampai sekarang tidak berhenti belajar ilmu parenting karena sekarang jadi orang tua banyak sekolahnya loh. Mulai dari Bu Elly Risman, Abah Ihsan, Ayah Edy, sampai Assoc. Prof. Psychology & Linguistic University of California David Barner. Sekarang dalam proses belajar tahsin lagi supaya bisa mengajar sendiri anak-anak membaca Al-Quran, belajar menjadi perempuan profesional di IIP :D, belajar menjahit dengan mesin jahit yang baru dibeliin suami :D. Belajar masak tapi kok belum mau ya hahaha.... 
Saya tidak berhenti mencari ilmu-ilmu tersebut ya karena siapa lagi di rumah ini yang bisa belajar parenting dan belajar jahit? Suami seluruh waktu weekdaynya sudah sibuk di kantor dan pulang malam, jadi di pundak sayalah tanggung jawab untuk terus mencari ilmu dan mentransfernya ke suami saya dan anak-anak.


Membangun Peradaban

Pertanyaan yang terakhir ini lebih-lebih sulitnya daripada pertanyaan ketiga. Pertama, selama ini saya hanya berpikir hidup untuk diri sendiri dan keluarga sendiri. Saya berpikir membangun peradaban yang baik cukup dengan membesarkan kedua anak saya menjadi pribadi yang mumpuni imtaq dan ipteknya. Kedua, saya baru 6 bulan pindah di rumah baru ini, merasa belum menemukan apa yang bisa keluarga saya bisa berikan kepada lingkungan. Ketiga, saya orang yang introvert dan jarang berinteraksi dengan tetangga 😅. 

Merasa hidup di lingkungan yang sudah baik membuat saya juga bingung memikirkan tantangan yang ada. Di lingkungan saya sudah ada masjid yang aktif kegiatannya, ada rumah tahfidz untuk anak-anak, ada lapangan depan rumah tempat anak-anak sore main sehingga mereka tidak terpaku dengan televisi dan gadget. 

Lalu saya pikirkan kembali, lingkungan tempat saya tinggal masih butuh pembelajaran di pengelolaan sampah. Belum ada kesadaran untuk memisahkan sampah basah dan kering, masih ada beberapa tetangga yang suka membakar sampah dan jadi polusi udara :(. 

Sepertinya saya juga belum pernah melihat ada seminar parenting di lingkungan rumah tinggal saya ini. 

Tetapi mau kampanye mengajarkan tetangga cara mengelola sampah atau mengusulkan ada seminar parenting di masjid kok saya belum pede ya? Saya berharap sisa 6 minggu MIIP ini bisa mendorong saya punya keberanian untuk berkontribusi lebih bagi lingkungan di luar rumah 😊.

-Karlina-

Kamis, 01 Februari 2018

[MIIP] NHW#2 Checklist Indikator Profesionalisme Perempuan

NHW#2 kali ini meminta kami peserta MIIP untuk menyusun sendiri indikator perempuan profesional sebagai individu, sebagai istri, dan sebagai ibu.

Sebagai individu, saya menetapkan indikator-indikator sebagai berikut:

- Santapan rohani

  • Tidak absen sholat sunat rawatib (selama ini suka bolong2) 
  • Membaca Al-Quran 1 ain setiap hari
  • Menghadiri kajian/menonton video kajian Islam 1 kali seminggu
-Santapan fisik
  • Ngegym 2 kali seminggu
  • Berjalan minimal 3000 langkah/hari
  • Minum air putih 8 2.5 liter/hari
  • Kurangi minuman manis jadi satu gelas sehari
  • Sarapan buah setiap pagi atau sore
-Santapan otak
  • Membaca situs berita reputable setiap hari
  • Membaca buku non fiksi minimal satu dalam 2 bulan
Indikator sebagai istri disarankan untuk diskusi dulu sana suami sebagai "customer" kita. Pertama kali ditanya, lamaaaaa banget jawabnya (entah karena emang udah bahagia atau takut ngomongnya hahaha...). Besoknya baru jawab, itu juga cuma satu. Ya udah alhamdulillah lah ya :D. Tapi saya sadar diri aja sebagai istri merasa masih banyak kekurangan, jadi nambahin sendiri indikatornya:

  • Menurunkan berat badan 5 kg dalam 6 bulan (ini dari suami) 
  • Memasak 2 minggu sekali (biasanya yang masak mbak di rumah, jujurly ga suka masak)
  • Memijat suami tanpa disuruh (biasanya harus dipaksa :p) 1 minggu sekali
Terakhir, indikator sebagai ibu yang juga harus didiskusikan sama anak-anak sebagai customer. Berhubung si adek masih 2 tahun, saya cuma bertanya ke kakaknya yang udah 7 tahun. Ternyata kebahagiaan anak-anak itu sumbernya simpel ya :). Ini kata kakak:
  • Membacakan cerita lucu untuk kakak setiap malam (spesifik harus "lucu", hihihihi.... sejak adiknya lahir memang saya jadi jarang bacain cerita lagi :()
  • Membuatkan mainan dari kardus 2 minggu sekali.
  • Melatih kakak berani berenang dalam waktu 6 bulan. Caranya dengan mengajak kakak berenang setiap weekend dan mencarikan guru les perempuan.
  • Memotivasi kakak agar makan kurang dari 30 menit dalam waktu 6 bulan. Caranya dengan mengajak kakak makan bersama, tanpa televisi dan gadget. 
  • Lulus Iqra 6 di akhir tahun 2018.
Untuk adiknya, saya menetapkan indikator sendiri:
  • Weaning with love saat usia tepat 2 tahun pada 5 Maret ini.
  • Lulus toilet training dalam 6 bulan.
  • Montessori di rumah setiap weekend (masih suka gak konsisten hiks...)
Sekian checklist indikator perempuan profesional ala saya. Semoga selalu ingat untuk merealisasikannya secara konsisten :).

Karlina Sari - Kelas Tangsel 3 MIIP Batch 5